Warga Manduro Jombang Kembali Gelar Sedekah Bumi

Suasana kegiatan sedekah bumi Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang. Minggu (1/6/2026).

JOMBANG, beritadesa.com-Suasana penuh syukur dan semangat gotong royong menyelimuti Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, saat tradisi tahunan sedekah bumi kembali digelar. Ratusan warga tumpah ruah dalam ritual budaya yang tak hanya menjadi ajang doa bersama, tapi juga simbol kuat identitas desa.

Camat Kabuh Anjik Eko Saputro memberikan apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang digelar warga Desa Manduro. Ia menilai kegiatan tersebut sebagai bagian penting dari upaya pelestarian budaya sekaligus penguat identitas lokal.

“Sedekah bumi di Desa Manduro bukan hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga bentuk nyata dari kearifan lokal yang harus terus dirawat dan dijaga. Tradisi seperti ini memperkuat solidaritas warga serta mengajarkan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, rasa syukur, dan penghormatan terhadap leluhur,” ucapnya saat menghadiri acara.

Ia juga menambahkan bahwa kegiatan budaya seperti ini bisa menjadi modal sosial yang sangat kuat, sekaligus potensi pengembangan budaya di wilayah Kecamatan Kabuh.

“Kami dari pihak kecamatan tentu sangat mendukung penuh. Tradisi semacam ini bila dikemas dengan baik, bisa menjadi kekuatan ekonomi sekaligus daya tarik wisata budaya yang positif, tanpa menghilangkan nilai-nilai sakral yang diwariskan,”ungkapnya.

Kepala Desa Manduro Jamilun, menjelaskan bahwa sedekah bumi bukan sekadar budaya tahunan, melainkan pernyataan tegas tentang bagaimana masyarakat menjaga warisan leluhur dan nilai kebersamaan.

“Kami ingin sedekah bumi ini bukan hanya dipahami sebagai budaya, tapi juga cara desa ini menjaga jati dirinya. Dan ketika media ikut naik ke panggung, itu artinya cerita desa ini tak lagi sepihak. Kami bicara, dan kami didengar,” ujar Jamilun.

Rangkaian acara diawali dengan doa bersama di Sendang Weji, sebuah tempat sakral yang dipercaya menjadi titik awal berdirinya Desa Manduro. Dalam penuturannya, Jamilun menjelaskan bahwa Sendang Weji telah ada jauh sebelum Desa Manduro terbentuk. Berdasarkan cerita turun-temurun, lokasi itu diyakini dibangun oleh tokoh pewayangan seperti Kyai Semar, Sabdo Palon, dan Noyobengkong, yang dianggap sebagai leluhur spiritual masyarakat setempat.

“Kalau menurut kilas sejarah, Sendang Weji ini sudah dikenal sejak lama. Bahkan sekitar tahun 1950-an auranya masih sangat sakral. Sampai sekarang pun masih banyak orang luar desa yang datang untuk bertapa atau meditasi, terutama di bulan Ruwah atau bulan Selo,” jelasnya.

Usai doa bersama, warga disuguhi prosesi arak-arakan hasil bumi yang dibawa oleh kelompok pemuda Sinoman dari Dusun Gesing. Berbagai makanan dan hasil pertanian diarak di atas “bayang” ( tempat tidur tradisional zaman dulu) sebelum akhirnya diperebutkan oleh warga sebagai simbol keberkahan dan kemakmuran.

“Arak-arakan hasil bumi ini jadi puncak acara. Warga dari Manduro maupun luar desa turut berebut berkat, karena dipercaya membawa berkah dan keselamatan,” tutur Jamilun.

Tradisi sedekah bumi ini tak hanya merekatkan warga secara sosial dan spiritual, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang nyaris tergerus zaman. Bagi masyarakat Manduro, ini adalah cara berbicara kepada dunia bahwa desa mereka tidak hanya hidup dalam peta, tapi juga dalam jiwa tradisi yang tak lekang oleh waktu. (*)

Pewarta : Nur Aini Aulia

Exit mobile version