Agkutan batu bara melalui sungai dapat menyebabkan kerusakan lingkungan sungai. Beberapa dampaknya meliputi pencemaran air, erosi, dan gangguan ekosistem sungai.
PALEMBANG, beritadesa.com-Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Selatan (Sumsel) H. Cik Ujang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah tengah serius mempertimbangkan alur sungai sebagai jalur angkutan batu bara. Untuk memberikan kenyamanan bagi para pengusaha dan menciptakan distribusi Batu Bara yang lebih efisien dan aman.
Penegasan itu disampaikan Cik Ujang saat meninjau langsung kondisi alur Sungai Lematang dan tersus batu bara di wilayah Lahat, Rabu 6 Agustus 2025 lalu.
Peninjauan sungai Lematang kata Cik Ujang, dilakukan sebagai bentuk komitmen Pemerintah terhadap kemudahan dunia usaha, khususnya di sektor pertambangan.
“Ini bagian dari monitoring kita untuk memastikan pengusaha batu bara bisa bekerja dengan nyaman. Kita cari jalan yang tidak mengganggu masyarakat,” ujar Cik Ujang.
Dia menyebutkan, langkah ini juga merupakan implementasi dari instruksi Gubernur Sumsel Herman Deru yang melarang angkutan batu bara melintasi jalan umum, demi menjaga keselamatan dan ketertiban lalu lintas.
BACA JUGA :
- Kasus Angkutan Batu Bara Sumsel Yang Menjerat Sarimuda Eks Dirut PT SMS Perseroda Segera Disidangkan
- Atasi Kemacetan Akibat KA Batu Bara, Muara Enim Bakal Dibangun 5 Fly Over
- Bawa 40 Ton Batu Bara Ilegal, Sopir Truk Tronton di Muara Enim Ditangkap, Pemilik Tambang Bebas
- Muara Enim minta PT Bukit Asam tingkatkan kontribusi pembangunan daerah
- Truk Batu Bara Lewati Jalan Umum, DPR Desak PT Bukit Asam Bikin Jalan Sendiri
- Kasus Angkutan Batubara di Jambi, di Darat dan Perairan Jadi Masalah
- Kejati Bengkulu : Bebby Hussy Aktor Utama di Balik Kerugian Negara Rp 500 Miliar
- Rangka Jembatan Patah, Kendaraan Melintas di Jembatan Enim II Mulai Dibatasi
Menurut Cik Ujang, potensi pemanfaatan sungai sebagai jalur transportasi sangat terbuka, terutama jika dapat menghubungkan daerah penghasil batu bara seperti Lahat dan Muara Enim dengan jalur sungai besar seperti Sungai Musi. Katanya.
Namun dia mengakui bahwa Sungai Lematang memiliki kendala teknis berupa kondisi pasang surut yang menyulitkan kapal berukuran besar.
Meski demikian, izin untuk memperdalam alur sungai sudah ada, dan dapat ditindaklanjuti sesuai hasil survei.
“Kadang-kadang saat musim kemarau, perahu saja bisa kandas. Tapi kalau hujan, debit airnya besar. Kita perlu data lebih detail untuk memutuskan,” katanya.
Ia juga menyoroti Sungai Musi sudah berjalan dengan baik dan mampu menampung tongkang ukuran besar.
Namun, jika jalur baru seperti Muara Lematang bisa dibuka, maka beban transportasi akan tersebar lebih merata.
“Ini akan mendukung efisiensi distribusi dan mempercepat logistik. Investor pasti melihat ini sebagai peluang,” tambahnya.
Cik Ujang menegaskan, pertumbuhan investasi di Sumsel, terutama di sektor batu bara, menuntut kesiapan infrastruktur dari hulu hingga hilir.
Transportasi merupakan kunci penting agar sektor ini terus berkembang.
Dia juga berharap survei lapangan ini segera menghasilkan rekomendasi teknis yang bisa ditindaklanjuti oleh OPD terkait serta Pemerintah Pusat bila diperlukan dukungan lintas kewenangan.
Dengan solusi transportasi berbasis sungai, ia optimistis pengusaha batu bara akan mendapatkan kenyamanan lebih, sekaligus menjawab keluhan masyarakat terhadap kemacetan dan kerusakan jalan akibat truk-truk batu bara.
Langkah ini menjadi bagian dari agenda besar Pemerintah Provinsi Sumsel untuk menyelaraskan pertumbuhan ekonomi daerah dengan kepentingan masyarakat luas. Katanya.
Pimprov Sumsel Berpotensi Merusak Lingkungan Sungai Lematang
Pemerintah Provinsi Sumsel mewacanakan akan menjadikan sungai Lematang sebagai jalur angkutan batu bara. Untuk memberikan kenyamanan dan keuntungan kepada segelintir orang pengusaha tambang batu bara.
Namun, tahukah Anda, jika sungai Lematang benar-benar dijadikan sebagai jalur untuk angkutan batu bara hanya demi segelintir orang, kira-kira dapak buruk apa saja yang akan terjadi ? Simak deretan jawabannya di bawah ini :
Agkutan batu bara melalui sungai dapat menyebabkan kerusakan lingkungan sungai. Beberapa dampaknya meliputi pencemaran air, erosi, dan gangguan ekosistem sungai.
Penjelasan Lebih Lanjut :
- Pencemaran Air : Tumpahan batu bara atau debu batu bara dari kapal / tongkang ukuran besar pengangkut dapat mencemari air sungai, membahayakan biota air dan mengganggu kualitas air untuk keperluan lain.
- Erosi : Gelombang yang ditimbulkan oleh kapal/ tongkang ukuran besar pengangkut batu bara dapat menyebabkan erosi pada tepi sungai, terutama pada sungai yang memiliki karakteristik tanah yang mudah terkikis.
- Gangguan Ekosistem: Aktivitas lalu lintas kapal yang padat dapat mengganggu habitat alami hewan dan tumbuhan di sungai, serta mengganggu jalur migrasi ikan.
- Kecelakaan: Adanya potensi tabrakan antara kapal pengangkut batu bara dengan jembatan atau infrastruktur sungai lainnya dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian yang signifikan.
- Abrasi : Erosi yang disebabkan oleh gelombang kapal / tongkang ukuran besar dapat menyebabkan abrasi pada tepi sungai, mengancam keberadaan bangunan dan pemukiman di sekitar sungai.
Selain dampak langsung pada sungai, angkutan batu bara melalui sungai juga dapat menimbulkan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Misalnya, berkurangnya hasil tangkapan ikan bagi pencari ikan, serta hilangnya akses terhadap air bersih.
Oleh karena itu, perlu adanya kajian mendalam dan solusi berkelanjutan untuk meminimalkan dampak negatif angkutan batu bara terhadap lingkungan sungai. Karena jika terjadi kerusakan lingkungan sungai atau infrastruktur sungai bisa merugikan jutaan rakyat Sumsel.
Paslanya jika terjadi kerusakan lingkungan atau infrastruktur akibat angkutan batu bara, biasanya juta rakyat Sumsel yang akan menanggung kerugian dan biaya perbaikan.
Contohnya :
- Pemerintah Provinsi Sumsel puluhan tahun tutup mata, membiarkan truk batu bara melewati beberapa ruas jalan umum di Sumsel, mengakibatkan jalan-jalan hancur, biaya perbaikannya di tanggung oleh rakyat (Pajak Rakyat).
- Dan yang terbaru, kejadian jembatan di jalan nasional, di Desa Muara Lawai, Kecamatan Merapi, Lahat, Sumatera Selatan, ambruk, pada Minggu 29 Juni 2025. Akibat truk pengangkut batu bara. Biaya pembangunan dan perbaikannya di tanggung oleh rakyat (Pajak Rakyat).
Dua contoh diatas, hanyalah sekelumit contoh kecil, kerugian rakyat Sumsel akibat angkutan batu bara.
Oleh karena perlu adanya kajian mendalam, terkait wacana Pemprov Sumsel akan menjadikan sungai Lematang sebagai jalur angkutan batu bara, jangan sampai kebijakan ini menambah daftar panjang yang menyusahkan dan merugikan jutaan rakyat Sumsel, hanya demi segelintir pengusaha tambang batu bara. (*)
Penulis : Junsri Nawawi